Oleh: Agus Sadid
Pendahuluan
Kursus merupakan lembaga yang bertujuan untuk membekali para peserta
didik terhadap berbagai jensi pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri
menuju individu yang sukses sukses dan bermental wirausaha. Kursus
bermakna juga kegiatan belajar, mendapatkan ketrampilan sesuai dengan
minat dan potensi yang ada. Kebutuhan terhadap kursus tentunya harus
terus meningkat, seiring dengan perkembangan IPTEK dan meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Namun demikian pertanyaan yang sering muncul
adalah; Mampukah kursus menjadi “senjata” untuk pengentasan
pengangguran yang kian meningkat dari tahun ketahun?, mampukah kursus
juga mencegah urbanisasi angkatan kerja dari desa ke kota?
Menjawab pertanyaan tersebut tentunya harus diawali dengan
identifikasi jenis kursus yang berkualitas. Kursus yang yang berkualitas
bukan terletak pada megahnya bangunan, beragamnya jenis kursus yang
ditawarkan kepada masyarakat, tetapi terletak pada kebutuhan kursus yang
sesuai dengan peluang pasar. Kebutuhan kursus yang mampu memberdayakan
potensi lokal. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, ketrampilan, kecakapan hidup dan sikap
untuk mengembangkan diri, profesi, bekerja, usaha mandir dan atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebh tinggi. Ragam dan jenis
kursus yang ada bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada
masyarakat. Indonesia negara yang kaya akan potensi sumber daya alam,
namun potensi tersebut sampai saat ini masih “tidur” menunggu
tangan-tangan terampil yang siap megolahnya. Kursus yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat akan membawa peserta kursus menjadi senang dan
termotivasi untuk mengembangkan kemampuan atau ketrampilan yang telah
dimiliki.
Pengangguran pada kelompok angkatan kerja produktif usia 15-44 tahun
di Indonesia mencapai 7,1 juta orang. Banyak faktor yang mendorong
pengangguran cenderung meningkat dan atau tetap banyak, diantaranya
adalah (1) mind set masyarakat yang belum banyak berubah yaitu
bahwa yang dimaksud kerja adalah menjadi pegawai baik PNS maupun swasta,
untuk itu setiap orang tua pasti mendorong anaknya untuk menjadi PNS/
pegawai swasta, dan orang tua justru akan bangga jika anaknya menjadi
pegawai, (2) sistem pendidikan sekolah yang masih jauh dari memadai,
belum mampu membangkitkan semangat wirausaha siswa selama di sekolah,
padahal banyak mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana mendorong
kemandirian siswa seperti pelajaran IPA, ekonomi, Kimia, (3) pendirian
sekolah kejuruan atau politeknik masih terbatas, padahal disinilah kunci
untuk mengentaskan pengangguran yaitu membelajarkan siswa dalam sekolah
kejuruan atau politeknik yang berorientasi usaha, vokasi dan mandiri.
Hijrahnya penduduk desa ke kota, untuk mencari pekerjaan, merupakan
fakta yang ada di lapangan. Bahwa kehidupan di kota lebih menjamin dari
pada di desa, merupakan persepsi yang muncul di masyarakat. Gerakan
urbanisasi ini, jika terus dibiarkan, maka disparitas pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi antara desa dengan kota semakin tajam. Akhirnya desa
hanya menjadi tempat persinggahan, pasif tanpa perubahan. Kondisi ini
harus diubah, kursus masuk desa atau pelatihan ketrampilan berbasis desa
menjadi harapan satu-satunya untuk merubah wajah desa menjadi lebih
dinamis, produktif dan hidup. Kursus masuk desa memberikan ketrampilan
yang sesuai dengan kebutuhan desa, potensi desa apa yang dapat
dikembangkan sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.
Kursus masuk desa tentunya mampu meredam dan mengendalikan fenomena
urbanisasi masyarakat.
Kursus yang Efektif
Output pembelajaran kursus adalah peserta didik yang memiliki ketrampilan baik soft skill maupun hard skil .
titik tekan kursus adalah vokasional, bukan akademik yang ditunjukan
dengan pemerolehan sertifikat kompetensi bukan ijazah. Dalam lembaga
kursus, stratgei pembelajaran lebih menekankan kepada praktek (70-80%)
dari pada teori (10-20%). Mengapa prosentase praktek lebih banyak?
Karena ini untuk memenuhi target pencapaian kurikulum dalam sisi
penguasaan kompetensi. Pada akhir pembelajaran, lembaga kursus
menyediakan dan memfasilitasi program magang kerja (on the job training),
kegiatan ini sekaligus untuk mengenalkan dan membiasakan peserta didik
dengan dunia kerja sesungguhnya. Sehingga pada saat keluar dari kursus,
maka peserta didik benar-benar memilki kemampuan vokasional yang
memadai.
Adalah hal yang patut dipertanyakan, jika ada peserta didik kursus
selesai kursus, masih menganggur, atau masih belum mampu menerapkan
ketrampilan yang dimiliki untuk digunakan sebagai alat untuk mencari
kehidupan. Jika ini terjadi maka tentunya perlu dipertanyakan kepada
lembaga kursus tersebut terkait dengan (1) pasti ada yang salah dengan
kurikulum kursusnya, (2) pasti ada yang kurang tepat dengan strategi,
metode pembelajaran, (3) pasti jenis ketrampilan yang diselenggarakan
tidak sesuai dengan peluang pasar, dan (4) pasti telah muncul rasa tidak
nyaman dalam diri peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran di
lembaga kursus tersebut. Proses pembelajaran yang baik dan benar dengan
memperhatikan kurikulum dan SKL (standar kompetensi kelulusan). Kursus
memberikan keleluasaan dan keluwesan dalam hal pembelajaran dan pilihan
terhadap jenis ketrampilannya. Hal inilah yang menjadikan solusi menjadi
instrumen efektif menguatkan ketrampilan masyarakat sehingga mereka
mandiri dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Kursus yang efektif adalah kursus yang (1) memiliki potensi pasar
dalam pengembangannya pasca pembelajaran, (2) jenis ketrampilan mengacu
kepada kebutuhan pasar, perkembangan IPTEK, minat dan motivasi, (3)
menyertakan program belajar yang jelas, memiliki mitra penempatan kerja,
dan program magang kerja sebagai penyempurnaan proses kursus.
Menjangkaunya kursus hingga ke level desa, tentunya merupakan upaya yang
terus ditingkatkan. Membuka ketrampilan atau jenis kursus di desa
tentunya haruslah sangat kontekstual. Misalnya kursus menjahit, kursus
pertukangan kayu, kursus membuat pupuk organik. Kursus budidaya beternak
lele, kursus budidaya tanaman holtikultura. Jenis-jenis ketrampilan
tersebut jika secara intensif dikembangkan maka tidak mustahil akan
membuka potensi desa secara luas. Bahkan nantinya akan terbentuk
desa-desa dengan ketrampilan dominan, sehingga sentra-sentra ketrampilan
seperti sentra desa lele, sentra desa pupuk organik, sentra desa
holtikultura.
Selama ini program kursus yang diselenggarakan oleh lembaga kursus
masih sangat terbatas, umumnya adalah kursus komputer, kursus menjahit,
kursus bahasa Inggris. Jenis ketrampilan tersebut tentunya terbatas
diikuti oleh masyarakat. Masyarakat tdak banyak pilihan terhadap
ketrampilan tersebut. Lembaga kursus harus berani menyelenggarakan
kursus yang inovatif, hal ini untuk memuaskan pelanggan (customer).
Pertumbuhan kursus yang cukup baik selama ini, tentunya harus diikuti
oleh beragamnya jenis ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Umumnya, para penyelenggara kursus hanya menyelenggarakan kursus yang
umum seperti yang saya sebutkan diatas. Jika hal ini tetap terjadi, maka
kursus akan sulit memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap lembaga
kursus sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas hidup. Inovasi dan
kemitraan dengan DUDI atau job order tentunya menjadi kunci pemenuhan harapan tersebut.
Kesimpulan
Penyelenggaraan kursus merujuk kepada UU Nomor 20 tahun 20013 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 19 tahun 2005. Kursus sebagai
bagian dari layanan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemandirian
masyarakat. Kursus lebih menekankan pada sisi kompetensi bukan
akademik, sertifikat kompetensi lebih utama dari pada hanya ijazah.
Kursus mampu memberikan dan memenuhi harapan masyarakat sebagai sarana
untuk mengurangi pengangguran sekaligus mencegah urbanisasi jika
pembelajaran di kursus dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan
kurikulum, strategi, kemitraan dan program magang pasca pembelajaran.
Penulis yakin, hanya kursuslah yang mampu merubah kualitas hidup
masyarakat menjadi lebih baik, mewujudkan munculnya target minimal 3%
wirausahaan baru di Indonesia, sehingga pengangguran dan urbanisasi
mampu terkurangi dan atau menurun.
*) Agus Sadid, M.Pd adalah pamong belajar SKB
Sumbawa NTB saat ini juga menjabat Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pamong
Belajar Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sumber : fauziep.com/kursus-masihkah-memberikan-harapan