Pages - Menu

Kamis, 30 Januari 2014

Kursus (Masihkah) Memberikan Harapan

Oleh: Agus Sadid
Pendahuluan
Kursus merupakan lembaga  yang bertujuan untuk membekali para peserta didik terhadap berbagai jensi pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri menuju individu yang sukses sukses dan bermental wirausaha. Kursus bermakna juga kegiatan belajar, mendapatkan ketrampilan sesuai dengan minat dan potensi yang ada. Kebutuhan terhadap kursus tentunya harus terus meningkat, seiring dengan perkembangan IPTEK dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Namun demikian pertanyaan yang sering muncul adalah; Mampukah kursus menjadi “senjata”  untuk pengentasan pengangguran yang kian meningkat dari tahun ketahun?, mampukah kursus juga mencegah urbanisasi angkatan kerja dari desa ke kota?
Menjawab pertanyaan tersebut tentunya harus diawali dengan identifikasi jenis kursus yang berkualitas. Kursus yang yang berkualitas bukan terletak pada megahnya bangunan, beragamnya jenis kursus yang ditawarkan kepada masyarakat, tetapi terletak pada kebutuhan kursus yang sesuai dengan peluang pasar. Kebutuhan kursus yang mampu memberdayakan potensi lokal. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, ketrampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, profesi, bekerja, usaha mandir dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebh tinggi. Ragam dan jenis kursus yang ada bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Indonesia negara yang kaya akan potensi sumber daya alam, namun potensi tersebut sampai saat ini masih “tidur” menunggu tangan-tangan terampil yang siap megolahnya. Kursus yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan membawa peserta kursus menjadi senang dan termotivasi untuk mengembangkan kemampuan atau ketrampilan yang telah dimiliki.
Pengangguran pada kelompok angkatan kerja produktif usia 15-44 tahun di Indonesia mencapai 7,1 juta orang. Banyak faktor yang mendorong pengangguran cenderung meningkat dan atau tetap banyak, diantaranya adalah (1) mind set masyarakat yang belum banyak berubah yaitu bahwa yang dimaksud kerja adalah menjadi pegawai baik PNS maupun swasta, untuk itu setiap orang tua pasti mendorong anaknya untuk menjadi PNS/ pegawai swasta, dan orang tua justru akan bangga jika anaknya menjadi pegawai, (2) sistem pendidikan sekolah yang masih jauh dari memadai, belum mampu membangkitkan semangat wirausaha siswa selama di sekolah, padahal banyak mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana mendorong kemandirian siswa seperti pelajaran IPA, ekonomi, Kimia, (3) pendirian sekolah kejuruan atau politeknik masih terbatas, padahal disinilah kunci untuk mengentaskan pengangguran yaitu membelajarkan siswa dalam sekolah kejuruan atau politeknik yang berorientasi usaha, vokasi dan mandiri.
Hijrahnya penduduk desa ke kota, untuk mencari pekerjaan, merupakan fakta yang ada di lapangan. Bahwa kehidupan di kota lebih menjamin dari pada di desa, merupakan persepsi yang muncul di masyarakat. Gerakan urbanisasi ini, jika terus dibiarkan, maka disparitas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi antara desa dengan kota semakin tajam. Akhirnya desa hanya menjadi tempat persinggahan, pasif tanpa perubahan. Kondisi ini harus diubah, kursus masuk desa atau pelatihan ketrampilan berbasis desa menjadi harapan satu-satunya untuk merubah wajah desa menjadi lebih dinamis, produktif dan hidup. Kursus masuk desa  memberikan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan desa, potensi desa apa yang dapat dikembangkan sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.  Kursus masuk desa tentunya mampu meredam dan mengendalikan fenomena urbanisasi masyarakat.
Kursus yang Efektif
Output pembelajaran kursus adalah peserta didik yang memiliki ketrampilan baik soft skill maupun hard skil . titik tekan kursus adalah vokasional, bukan akademik yang ditunjukan dengan pemerolehan sertifikat kompetensi bukan ijazah. Dalam lembaga kursus, stratgei pembelajaran lebih menekankan kepada praktek (70-80%) dari pada teori (10-20%). Mengapa prosentase praktek lebih banyak? Karena ini untuk memenuhi target pencapaian kurikulum dalam sisi penguasaan kompetensi. Pada akhir pembelajaran, lembaga kursus menyediakan dan memfasilitasi program magang kerja (on the job training), kegiatan ini sekaligus untuk mengenalkan dan membiasakan peserta didik dengan dunia kerja sesungguhnya. Sehingga pada saat keluar dari kursus, maka peserta didik benar-benar memilki kemampuan vokasional yang memadai.
Adalah hal yang patut dipertanyakan, jika ada peserta didik kursus selesai kursus, masih menganggur, atau masih belum mampu menerapkan ketrampilan yang dimiliki untuk digunakan sebagai alat untuk mencari kehidupan. Jika ini terjadi maka tentunya perlu dipertanyakan kepada lembaga kursus tersebut terkait dengan (1) pasti ada yang salah dengan kurikulum kursusnya, (2) pasti ada yang kurang tepat dengan strategi, metode pembelajaran, (3) pasti jenis ketrampilan yang diselenggarakan tidak sesuai dengan peluang pasar, dan (4) pasti telah muncul rasa tidak nyaman dalam diri peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran di lembaga kursus tersebut. Proses pembelajaran yang baik dan benar dengan memperhatikan kurikulum dan SKL (standar kompetensi kelulusan). Kursus memberikan keleluasaan dan keluwesan dalam hal pembelajaran dan pilihan terhadap jenis ketrampilannya. Hal inilah yang menjadikan solusi menjadi instrumen efektif menguatkan ketrampilan masyarakat sehingga mereka mandiri dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Kursus yang efektif adalah kursus yang (1) memiliki potensi pasar dalam pengembangannya pasca pembelajaran, (2) jenis ketrampilan mengacu kepada kebutuhan pasar, perkembangan IPTEK, minat dan motivasi, (3) menyertakan program belajar yang jelas, memiliki mitra penempatan kerja, dan program magang kerja sebagai penyempurnaan proses kursus. Menjangkaunya kursus hingga ke level desa, tentunya merupakan upaya yang terus ditingkatkan. Membuka ketrampilan atau jenis kursus di desa tentunya haruslah sangat kontekstual. Misalnya kursus menjahit, kursus pertukangan kayu, kursus membuat pupuk organik. Kursus budidaya beternak lele, kursus budidaya tanaman holtikultura. Jenis-jenis ketrampilan tersebut jika secara intensif dikembangkan maka tidak mustahil akan membuka potensi desa secara luas. Bahkan nantinya akan terbentuk desa-desa dengan ketrampilan dominan, sehingga sentra-sentra ketrampilan seperti sentra desa lele, sentra desa pupuk organik, sentra desa holtikultura.
Selama ini program kursus yang diselenggarakan oleh lembaga kursus masih sangat terbatas, umumnya adalah kursus komputer, kursus menjahit, kursus bahasa Inggris. Jenis ketrampilan tersebut tentunya terbatas diikuti oleh masyarakat. Masyarakat tdak banyak pilihan terhadap ketrampilan tersebut. Lembaga kursus harus berani menyelenggarakan kursus yang inovatif, hal ini untuk memuaskan pelanggan (customer). Pertumbuhan kursus yang cukup baik selama ini, tentunya harus diikuti oleh beragamnya jenis ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Umumnya, para penyelenggara kursus hanya menyelenggarakan kursus yang umum seperti yang saya sebutkan diatas. Jika hal ini tetap terjadi, maka kursus akan sulit memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap lembaga kursus sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas hidup. Inovasi dan kemitraan dengan DUDI atau job order  tentunya menjadi kunci pemenuhan harapan tersebut.
Kesimpulan
Penyelenggaraan kursus merujuk kepada UU Nomor 20 tahun 20013 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 19 tahun 2005. Kursus sebagai bagian dari layanan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemandirian masyarakat. Kursus lebih menekankan pada sisi kompetensi bukan akademik, sertifikat kompetensi lebih utama dari pada hanya ijazah. Kursus mampu memberikan dan memenuhi harapan masyarakat sebagai sarana untuk mengurangi pengangguran sekaligus mencegah urbanisasi jika pembelajaran di kursus dilaksanakan secara efektif dengan memperhatikan kurikulum, strategi, kemitraan dan program magang pasca pembelajaran. Penulis yakin, hanya kursuslah yang mampu merubah kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik, mewujudkan munculnya target minimal 3% wirausahaan baru di Indonesia, sehingga pengangguran dan urbanisasi mampu terkurangi dan atau menurun.
*) Agus Sadid, M.Pd adalah pamong belajar SKB Sumbawa NTB saat ini juga menjabat Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pamong Belajar Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sumber : fauziep.com/kursus-masihkah-memberikan-harapan